Opini : Ketersediaan Sumber Pangan Utama Lokal: Melawan Ketertinggalan Daerah Kabupaten Lebak

Penulis : Rizka Rahmayani
Jumat 11 April 2025 | 18:29
Editor : SinaraBanten.
LEBAK, SINARABANTEN.COM – Ketahanan pangan menjadi isu yang sangat penting di Indonesia, terutama bagi kabupaten/kota dengan kategori tertinggal. Provinsi Banten sebagai salah satu provinsi termuda di Indonesia, turut memberikan perhatiannya pada isu ketahanan pangan tersebut, terlebih masih terdapat beberapa wilayah dengan kategori tertinggal. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Provinsi Banten mencatat bahwa terdapat sebanyak 60 desa dengan kategori tertinggal di Provinsi Banten, di antaranya 1 desa di Kabupaten Serang, 10 desa di Kabupaten Pandeglang, dan 49 desa di Kabupaten Lebak. Meski menjadi kabupaten/kota yang memiliki jumlah desa tertinggal terbanyak di Provinsi Banten, Kabupaten Lebak sebenarnya memiliki potensi besar dalam mencapai salah satu pilar ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan. Ketersediaan pangan merujuk pada kemampuan suatu daerah dalam memproduksi dan menyediakan pangan yang cukup bagi masyarakat di dalamnya. Potensi ketersediaan pangan di Kabupaten Lebak ini didukung oleh beberapa faktor, di antaranya produktivitas pertanian dan kebijakan pemerintah. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menjadi landasan hukum yang sangat penting dalam menekankan pentingnya kedaulatan pangan dan kemandirian pangan sebagai bentuk upaya dalam menjamin hak masyarakat atas pangan yang cukup dan bernilai gizi.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, produksi padi di Kabupaten Lebak pada tahun 2021 mencapai 216.175 ton, dan mengalami peningkatan pada tahun 2022 dengan jumlah produksi sebanyak 245.133,83 ton. Hal tersebut menunjukkan bahwa meskipun Kabupaten Lebak mengalami ketertinggalan pada sektor lain, seperti infrastruktur, namun pada sektor pertanian sebagai potensi besar pangan yang dimiliki, masyarakat Kabupaten Lebak masih mampu meningkatkan dan memastikan ketersediaan beras sebagai sumber pangan utama. Akan tetapi, sangat disayangkan, pada tahun 2023, produksi padi tersebut mengalami penurunan menjadi 225.852 ton. Hal tersebut diakibatkan oleh beberapa wilayah yang secara geografis atau struktur tanahnya tidak rata dengan indikasi adanya kemiringan tanah lebih dari 8% akibat erosi yang turut berpengaruh pada aksesibilitas, sehingga menyebabkan kesulitan dalam memproduksi padi. Sejalan pula dengan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Lebak yang mencatat bahwa luas panen padi pada tahun 2022 sampai 2023 mengalami penurunan, yaitu 82.353,92 ha pada tahun 2022 dan pada tahun 2023, luas panen padi yaitu 78.300 hektare. Hal tersebutlah yang menjadi tantangan bagi pemerintah daerah untuk mengejar ketertinggalan dalam hal perbaikan infrastruktur untuk turut mendukung pemaksimalan ketahanan pangan di Kabupaten Lebak secara merata, tidak hanya dengan melakukan pemantauan pasokan dan harga di pasar saja.
Pemaksimalan luas lahan pertanian di Kabupaten Lebak harus terus diiringi dengan adanya peningkatan kapasitas petani melalui pelatihan dan penyuluhan agar para petani dapat mengadopsi praktik pertanian yang lebih maju dan lebih baik sebagai upaya pengembangan sistem pertanian yang berkelanjutan dalam rangka mengejar ketertinggalan dan pemaksimalan ketahanan pangan di Kabupaten Lebak. Dengan melakukan penerapan Undang-Undang yang tepat dan penguatan kapasitas para petani inilah yang nantinya akan turut berdampak pada kesejahteraan masyarakat lokal. Ketersediaan pangan sebagai salah satu pilar utama harus terus dijaga agar seluruh masyarakat Kabupaten Lebak tetap mendapatkan hak atas kemudahan akses akan tercukupinya makanan yang bergizi.
#SinaraBantenMelihat Kabupaten Lebak adalah contoh nyata paradoks ketahanan pangan Indonesia: kaya potensi, tapi terhambat infrastruktur dan kebijakan. Dengan kolaborasi pemerintah, petani, dan masyarakat, Lebak bisa bangkit dari ketertinggalan menjadi lumbung pangan Banten.
© 2025 SINARABANTEN – Syiar Narasi Rakyat