Opini : Menggagas Kemandirian Pangan Daerah: Potensi Strategis Singkong di Kabupaten Serang

Penulis : Aisya Pardila Putri
Jumat 11 April 2025 | 14:02
Editor : SinaraBanten.
SINARABANTEN.COM – Ketahanan pangan merupakan salah satu isu strategis dalam pembangunan nasional, terutama di tengah ancaman krisis pangan global akibat perubahan iklim, konflik geopolitik, dan gangguan rantai pasok. Indonesia, sebagai negara agraris, seharusnya memiliki ketahanan pangan yang kuat dengan memanfaatkan sumber daya lokal. Namun, ketergantungan masyarakat terhadap beras masih sangat tinggi, sehingga ketika terjadi lonjakan harga atau gagal panen, stabilitas pangan menjadi terganggu.
Kabupaten Serang, sebagai salah satu daerah pertanian di Provinsi Banten, memiliki potensi besar dalam pengembangan alternatif pangan lokal, salah satunya adalah singkong. Singkong bukan hanya tanaman yang mudah dibudidayakan, tetapi juga memiliki nilai gizi yang tinggi dan dapat diolah menjadi berbagai produk makanan yang bernilai ekonomis. Dengan memanfaatkan singkong sebagai alternatif pangan, Kabupaten Serang dapat mengurangi ketergantungan terhadap beras dan membangun sistem pangan yang lebih mandiri dan berkelanjutan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa konsumsi beras per kapita di Indonesia pada tahun 2023 mencapai 81,23 kg per tahun, meningkat 3,2% dibandingkan tahun 2019 yang hanya sebesar 78,71 kg per kapita per tahun. Kebutuhan beras nasional pun meningkat, mencapai 22,64 juta ton pada tahun 2023. Rekor ini menjadi yang paling tinggi dalam lima tahun terakhir. Tingginya ketergantungan terhadap beras menjadikan Indonesia sangat rentan terhadap fluktuasi harga dan ketidakstabilan produksi. Oleh karena itu, diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal harus menjadi prioritas utama dalam menjaga ketahanan pangan.
Singkong memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Kabupaten Serang. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, Provinsi Banten menghasilkan sekitar 151 ribu ton singkong pada 2021, dengan Kabupaten Serang sebagai salah satu kontributornya. Sayangnya, produksi ini belum dimanfaatkan secara optimal untuk memenuhi kebutuhan pangan lokal. Sebagian besar singkong masih dijual dalam bentuk mentah tanpa pengolahan lebih lanjut, sehingga nilai tambahnya rendah. Jika pemerintah dan masyarakat dapat berkolaborasi dalam meningkatkan pengolahan singkong, maka komoditas ini bisa menjadi solusi nyata bagi ketahanan pangan daerah.
Singkong memiliki berbagai keunggulan yang menjadikannya alternatif pangan yang layak. Pertama, tanaman ini lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrem dibandingkan padi. Singkong dapat tumbuh di lahan marginal dengan curah hujan yang rendah, sehingga cocok untuk daerah yang sering mengalami musim kemarau panjang. Selain itu, singkong juga tidak memerlukan banyak pupuk kimia dan pestisida, menjadikannya tanaman yang lebih ramah lingkungan dan murah dalam perawatan. Kedua, dari segi kandungan gizi, singkong kaya akan karbohidrat dan dapat memberikan energi yang cukup bagi masyarakat. Singkong juga mengandung serat yang baik untuk pencernaan serta bebas gluten, sehingga cocok bagi penderita alergi gluten. Dengan berbagai inovasi, singkong kini dapat diolah menjadi beragam produk seperti tepung mocaf (modified cassava flour), mie singkong, dan nasi singkong, yang memiliki tekstur dan rasa yang mendekati beras. Hal ini dapat membantu masyarakat untuk beralih secara perlahan dari konsumsi beras ke sumber karbohidrat lain yang lebih beragam.
Selain sebagai sumber pangan, singkong juga memiliki potensi ekonomi yang besar. Jika dikelola dengan baik, industri pengolahan singkong dapat membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat Kabupaten Serang. Petani tidak hanya bergantung pada penjualan singkong mentah, tetapi juga dapat meningkatkan nilai jualnya melalui pengolahan menjadi produk yang lebih bernilai. Pemerintah daerah perlu mendorong penguatan sektor ini dengan memberikan pelatihan, bantuan modal, serta membuka akses pasar bagi produk olahan singkong. Namun, ada tantangan besar dalam mengembangkan singkong sebagai alternatif pangan utama. Salah satunya adalah kebiasaan masyarakat yang sudah terbiasa mengonsumsi beras sejak lama. Banyak orang masih menganggap singkong sebagai makanan kelas bawah atau hanya sebagai camilan, bukan makanan pokok. Diperlukan kampanye edukasi yang masif untuk mengubah pola pikir ini, baik melalui program pemerintah, media, maupun keterlibatan akademisi dan pelaku usaha.
Mengembangkan singkong sebagai alternatif pangan bukan sekadar solusi ketahanan pangan, tetapi juga langkah strategis untuk membangun kemandirian pangan yang lebih kuat. Kabupaten Serang memiliki segala potensi yang dibutuhkan dari lahan yang luas, sumber daya manusia, hingga akses ke pasar yang luas. Dengan kebijakan yang tepat dan dukungan dari berbagai pihak, singkong dapat menjadi bagian dari solusi nyata dalam mengurangi ketergantungan terhadap beras dan membangun sistem pangan yang lebih berkelanjutan. Sudah saatnya masyarakat dan pemerintah melihat potensi singkong lebih dari sekadar makanan sampingan. Dengan inovasi dalam pengolahan dan promosi yang lebih masif, singkong dapat menjadi makanan pokok yang diterima secara luas. Jika Kabupaten Serang berhasil dalam diversifikasi pangan ini, bukan tidak mungkin daerah lain di Indonesia juga dapat mengikuti jejaknya. Masa depan ketahanan pangan ada di tangan kita, dan singkong bisa menjadi kunci menuju kemandirian pangan yang lebih kuat dan berkelanjutan.
#SinaraBantenMelihat Ketika beras menjadi semakin mahal dan langka, singkong bukan lagi sekadar alternatif, tapi solusi cerdas. Di tangan petani Serang yang ulet, umbi ini bisa menjadi tiket menuju kemandirian pangan.
© 2024 SINARABANTEN – Syiar Narasi Rakyat Banten
“Tak perlu menunggu krisis, mari ubah singkong dari makanan pinggiran menjadi primadona pangan masa depan.” 🍠✨